Jumat, 31 Juli 2009

Tokoh Pandangan Holistic

Tokoh Pandangan Holistik F Capra 3 November 2002 CAPRA Capra dan Sebuah Peta Baru Dunia Fritjof Capra adalah sebuah nama yang terdengar lamat-lamat di sini. Buah pikirnya yang dahsyat seperti menyelinap diam-diam di tengah hiruk-pikuk pergulatan ide di sepanjang abad kemarin. Lebih dari 25 tahun setelah kemunculan buku pertamanya dengan judul yang terasa ganjil, The Tao of Physics (1975), buah pikirnya baru disebarkan dalam bahasa Indonesia. Titik Balik Perubahan, terjemahan dari The Turning Point: Science, Society, and the Rising Culture--buku kedua Capra, diterbitkan lima tahun silam. Lalu Jaring-jaring Kehidupan, terjemahan dari The Web of Life, dipublikasi tahun lalu. The Tao of Physics malah muncul belakangan. Ya, di mana letak Capra dalam belantara ide? Mula-mula Capra mestilah dipandang sebagai fisikawan yang gelisah. Ia telah melewatkan waktu yang panjang seusai meraih gelar doktornya dalam fisika teoritis di Universitas Wina, Austria, pada 1966. Pindah ke Prancis, ia menjadi periset fisika partikel di University of Paris (1966-68), lalu melompat ke Amerika, di University of California at Santa Cruz (1968-70), Stanford Linear Accelerator Center (1970), balik lagi ke Eropa--kali ini di Imperial College, University of London (1971-74), dan selanjutnya di Lawrence Berkeley Laboratory at the University of California (1975-88); ini bukan lompatan-lompatan sekadar menunaikan kerja, melainkan lebih sebagai wujud kegairahan menyalurkan rasa cinta sekaligus penasarannya pada fisika partikel. Ia juga mengajar di U.C. Santa Cruz, U.C. Berkeley, dan San Francisco State University--sebuah dunia yang merangsangnya terus-menerus untuk bertanya. Pergulatan yang intens dalam dunia mikro--partikel materi, zarah--tak selalu berujung pada jawaban. Hanya saja ia tak juga lelah, karena diskusi yang mengasyikkan di kampus, pun perdebatan yang akrab di laboratorium dengan rekan sejawatnya, membuat Capra selalu tergerak untuk menelisik lebih jauh. Ia, layaknya fisikawan lainnya, terpukau oleh dua teori penting yang mengguncang dunia di abad lalu: teori relativitas dan teori kuantum. Yang pertama merombak cara manusia memandang ruang dan waktu, yang kedua mengungkapkan hal-hal tak terduga dari dunia subatomik. Keduanya menjadi fondasi bagi perkembangan sains berikutnya dan meluaskan pengaruhnya ke bidang-bidang lain. Dunia partikel yang diselaminya hari demi hari membuat Capra terkejut ketika ia membayangkan implikasinya--sebuah dunia yang kontras dengan yang ia temui dalam keseharian, dunia yang dicengkeram oleh ide-ide Rene Descartes dan Isaac Newton, dunia yang mekanistis dan atomistis. Ide-ide inilah, yang dikritik oleh Capra--juga banyak pemikir lain, telah melahirkan krisis energi, polusi, kesalahan dalam pengelolaan kesehatan manusia (kritik tajam Ivan Illich dalam Medical Nemesis begitu relevan), kerusakan lingkungan, pengangguran, kriminalitas, dst. Di tengah dunia yang terus bergerak membentuk jaringan global yang saling bergantung, ide-ide mekanistis dan atomistis menjadi tak memadai lagi untuk memahami dunia. Ide itu menjadi usang. "Kita," kata Capra, "memerlukan paradigma baru--visi baru mengenai realitas." Dan, menurutnya, gejala perubahan dari konsep yang mekanistis ke konsep yang holistik sudah dapat kita saksikan di pelbagai bidang. Perkembangan fisika pada dekade awal abad ke-20, yang memuncak dalam teori relativitas dan teori kuantum, menghancurkan semua konsep penting dalam dunia Descartes dan mekanika Newton--sistem mekanis yang telah memberikan persetujuan "ilmiah" pada manipulasi dan eksploitasi yang telah menjadi karakteristik kebudayaan Barat. Teori relativitas dan teori kuantum, dengan penafsirannya yang menimbulkan kekagetan di kalangan fisikawan sendiri--bahkan Albert Einstein pun terkejut dan menampik konsekuensi dari pikirannya sendiri lewat metafornya yang masyhur ("Tuhan tidak akan bermain dadu")--dan membuat mereka berpikir ulang mengenai dunia subatomik, dunia zarah. Mereka bagai terbentur dinding keras yang menjadikan mereka gagap: kata-kata, rumus-rumus, dan geometri-geometri yang mereka pakai sejauh itu tumpul untuk memahami dunia zarah. Dalam pergulatan untuk memahami realitas baru ini, para ilmuwan akhirnya menyadari bahwa konsep dasar, bahasa, maupun keseluruhan cara pikir mereka belum memadai guna menjelaskan fenomena atomik. Persoalannya bukan semata intelektual, melainkan lebih bersifat eksistensial. Fisikawan pada awalnya sulit menerima bahwa materi memiliki dua sifat sekaligus, sebagai partikel dan sebagai gelombang, dan bahwa bagian-bagiannya sama sekali tidak memiliki makna kecuali dalam hubungannya satu sama lain. Perlu waktu lama untuk mengatasi krisis ini, tapi di akhir perjuangan itu--dalam penilaian Capra--mereka mendapat imbalan berupa pandangan mendalam tentang hakikat materi serta hubungannya dengan jiwa manusia. Konsekuensi inilah yang lama mengusik pikiran Capra hingga suatu sore di musim panas 1969 tiba. Capra tengah duduk-duduk di pantai sebuah laut. Tatkala memperhatikan alunan gelombang dan merasakan irama napasnya sendiri, tiba-tiba ia merasakan dirinya adalah bagian dari alam semesta. "Sebagai fisikawan saya tahu bahwa tanah, batu, air, dan udara di sekitar saya terbuat dari molekul-molekul dan atom-atom yang bergetar. Saya juga tahu Bumi kita dibombardir oleh berkas sinar komos, zarah berenergi tinggi yang mengalami tubrukan berulang kali ketika menembus atmosfer Bumi. Saya mengenal semua ini karena bertahun-tahun terlibat dalam riset fisika energi tinggi, namun hanya melalui diagram, grafik, dan teori matematis. Sewaktu duduk di tepi laut itulah saya seakan 'melihat' energi berhamburan dari angkasa luar dalam iramanya yang ritmis. Saya 'melihat' atom berbagai unsur dan atom dalam tubuhku ikut dalam tarian energi kosmis ini. Saya 'merasakan' ritmenya dan saya 'mendengar' suaranya," tutur Capra mengisahkan pengalaman mistisnya. Capra lantas tercerahkan dan ia kian kukuh pada pandangannya perihal adanya realitas lain dalam fisika--realitas yang sulit dipahami, sebagaimana ia temui saat menelisik partikel-partikel di ruang laboratorium. Capra kemudian melihat adanya kesejajaran antara fisika modern dan mistisisme Timur. "Saya memandang sains (baca: fisika modern) dan mistisisme sebagai pasangan manifestasi pikiran manusia yang saling melengkapi; yang satu dari fakultas rasional dan yang lain dari fakultas intuitif," kata Capra. Fisika menggali alam dari sisi rasionalitas manusia, sedangkan mistik menggali alam dari sisi intuitif manusia. Mistik, menurut Capra, penting untuk memahami hakikat sesuatu, sementara fisika modern penting bagi kehidupan modern. Werner Heisenberg, peraih Nobel Fisika 1932 dan pernah menjabat direktur Max Planck Institute for Physics and Astrophysics di Munich, Jerman, turut merintis sejak awal dengan Teori Ketidakpastiannya. Hukum terpenting teori ini menyebutkan, dua kuantitas tak pernah bisa diukur dengan tepat secara bersamaan. Kita tak bisa mengetahui posisi dan momentum suatu zarah dengan ketepatan tinggi secara serentak. Jika kita mampu mengetahui posisi dengan baik, kita kesulitan menentukan momentumnya secara tepat; dan sebaliknya. Heisenberg sendiri mengatakan, keterbatasan ini bukan disebabkan oleh ketidaksempuranaan alat ukur atau pun teknik pengukuran, melainkan betul-betul keterbatasan prinsipil. Teori Heisenberg menembus dunia subatomik yang tak kasat mata dan mengantarkan manusia pada kesadaran betapa terbatasnya kemampuan manusia dalam memahami hakikat sesuatu. Ia membuka cakrawala bahwa zarah hanya bermakna dalam kaitannya dengan keseluruhan; satu zarah terikat oleh hubungannya dengan zarah lain. Bagi pendukung fisika baru--dan Capra salah satu eksponennya, kesimpulan itu memperlihatkan salah satu ciri penting pengalaman mistis, yakni kesadaran akan kesatuan dan hubungan antara materi dan peristiwa. Seluruh materi di alam ini bersifat interdependen dan merupakan bagian tak terpisahkan dari keseluruhan kosmos. Keutuhan itu kian terasa manakala kita mengembara ke alam subatomik dan bertemu dengan zarah-zarah; menikmati tarian mikrokosmos bersama-sama. Melalui fisika Capra terbawa ke tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada sekadar memahami materi. Makin dalam seseorang mengkaji subyek-subyek fisika, kata Capra, makin dalam kesadarannya terhadap hakikat sesuatu, yakni ketika ia menemukan realitas lain di balik penampakan mekanistis yang superfisial dalam kehidupan kesehariannya. Tema inilah yang secara bersinambungan dieksplorasi oleh Capra dalam buku-bukunya. dian basuki --------------------------------- CAPRA LAGI Dari Tao ke Web, Sebuah Evolusi Pemikiran Ada tiga buah buku karya Fritjof Capra yang dinilai paling penting. Bukan saja karena ketiganya meletakkan pijakan pikiran-pikiran Capra, melainkan juga menggambarkan evolusi pemikiran fisikawan kelahiran Austria itu. Ketiganya terus dicetak ulang dan diterbitkan di dalam berbagai bahasa. Jika mengundang kontroversi, diperdebatkan, dikupas di banyak tempat, agaknya bukan maksud Capra; tapi itu lebih dikarenakan ide-idenya yang eksotis. Buku itu ialah The Tao of Physics, The Turning Point, dan The Web of Life. Buku terbarunya, The Hidden Connections, akan terbit Maret ini. The Tao of Physics Pertama kali terbit pada 1975, buku berjudul The Tao of Physics: An Exploration of the Parallels Between Modern Physics and Eastern Mysticism ini menebarkan gelombang daya tarik pada eksotisme filsafat Timur. Hampir tiga dekade kemudian, pesonanya belum juga lenyap: Capra menelisik kesejajaran antara fisika modern, yang dibangun di atas fondasi teori relativitas dan teori kuantum, dan mistisisme Timur--sebuah gagasan yang mencengangkan sekaligus kontroversial. Semula diterbitkan oleh penerbit kecil yang tak memiliki anggaran promosi, buku ini menjadi karya underground bestseller lewat penuturan dari mulut ke mulut sampai akhirnya sebuah perusahaan penerbitan besar Amerika mengambil alih. Daya pikatnya belum juga luntur, The Tao of Physics terus saja diterjemahkan ke dalam beragam bahasa--yang relatif mutakhir ke dalam bahasa Cina, Ibrani, Kroasia, Rusia, Rumania, dan segera terbit dalam bahasa Bulgaria, Hungaria, Ceko, dan Macedonia. Cetak ulang juga terus berlangsung. Karya awal Capra ini telah diterbitkan dalam 43 edisi dalam 23 bahasa. Di tengah pencarian nilai-nilai baru, Capra menawarkan gambaran besar yang berbeda dari yang diyakini selama ini dengan menelusuri berbagai kearifan Timur. Tentang pengetahuan atas dasar pengalaman, batas-batas obyektivitas, materi dan submateri, interelasi benda-benda dan peristiwa-peristiwa, dan fakta bahwa proses itu yang utama, bukan benda. Capra menemukan kesamaan sejenis di dalam fisika modern. Capra berupaya menunjukkan bahwa fisika modern jauh melampaui teknologi, bahwa jalan--atau Tao--fisika dapat menjadi "jalan dengan hati", suatu jalan menuju pengetahuan spiritual dan wujud-diri. Untuk sampai pada kesimpulan ini, Capra menyusuri Hinduisme, Buddhisme, pikiran-pikiran arif Cina, Taoisme, dan Zen. Esensi kearifan Timur, menurut Capra, ialah kesadaran tentang kesatuan dan interelasi benda-benda dan peristiwa-peristiwa, pengalaman seluruh fenomena di dunia ini sebagai manifestasi ketunggalan yang asasi. Seluruh benda dipandang sebagai interdependen dan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan kosmis. Serupa dengan itu, menurut Capra, fisika modern "telah mengapus pengertian tentang obyek-obyek yang terpisah secara fundamental, memperkenalkan konsep partisipator untuk mengganti konsep pengamat, dan memandang dunia sebagai jaringan fisik dan mental yang saling berhubungan dan tak terpisahkan". The Turning Point Dalam The Turning Point: Science, Society, and the Rising Culture (1982), Capra memperluas fokusnya untuk menunjukkan bagaimana revolusi dalam fisika modern membayangi revolusi serupa di banyak sains lain dan melakukan transformasi pandangan-dunia dan nilai-nilai dalam masyarakat. Secara khusus ia mengeksplorasi pergeseran paradigma dalam biologi, kedokteran, psikologi, dan ekonomi. Buku ini telah diterbitkan dalam 25 edisi dalam 16 bahasa dan akan terbit dalam tiga bahasa lagi. Tesis pokok yang diajukan oleh Capra dalam buku ini ialah bahwa dinamika yang mendasari persoalan-persoalan utama zaman kita, seperti AIDS, kriminalitas, perlombaan senjata, polusi, inflasi, krisis energi, adalah "satu dan sama". Seluruhnya berpangkal pada perangkat peradaban lama yang sudah usang, yang sangat dipengaruhi oleh pandang Rene Descartes dan Isaac Newton--yang mekanistis dan memandang dunia ini sebagai mesin. Descartes mewariskan dunia yang terbelah: alam pikiran (rex cogita) dan alam tubuh (rex entesa). Pembenaran falsafi telah membuat pikiran Descartes menancap kuat dalam masyarakat Barat, memberi dorongan amat besar bagi perubahan-perubahan, yang kemudian melahirkan masyarakat modern. Newton melanjutkannya dengan memandang alam sebagai wujud mekanis dan terpecah-pecah (atomistis). Kini, menurut Capra, tiba saatnya bagi perubahan paradigma--membongkar yang lama dan usang serta menggantinya dengan yang baru. Ini dimulai dan didorong oleh penemuan di bidang fisika modern, khususnya teori relativitas dan teori kuantum. Kedua teori ini telah melahirkan perubahan radikal dan dramatis dalam cara manusia memandang dunianya; keduanya mendorong ilmuwan mencari teori yang tunggal, yang komprehensif dan holistik--sebuah antitesa yang amat kontras dari aliran Cartesian dan Newtonian. The Web of Life The Web of Life: A New Understanding of Living Systems (1996) beranjak dari bingkai konseptual yang disajikan dalam The Turning Point. Capra mengulas panjang perkembangan teori-teori baru tentang kehidupan dan menawarkan sintesis dari teori-teori itu, yang--menurutnya--akan meningkatkan secara dramatis pemahaman kita tentang karakteristik kunci kehidupan. Layaknya kedua buku sebelumnya, karya penting Capra ini disambut dengan antusias. Buku ini telah diterbitkan dalam 11 edisi dalam 7 bahasa, dan akan terbit dalam tiga bahasa lagi. Sebab, Capra menawarkan sintesis yang brilian dari berbagai terobosan ilmiah mutakhir, seperti teori kompleksitas, teori Gaia, teori chaos, dan penjelasan-penjelasan lain mengenai perilaku organisme, sistem sosial, dan ekosistem. Idenya bertumpu pada persepsi baru tentang realitas yang menimbulkan implikasi mendalam bukan saja bagi sains dan filsafat, tapi juga bisnis, politik, perawatan kesehatan, pendidikan, dan kehidupan sehari-hari. Kian dalam kita mengkaji persoalan besar di zaman kita, kian sadar kita bahwa persoalan itu tidak bisa dipahami secara isolatif. Ini persoalan sistemik, yang berarti ada interkoneksitas dan interdependensi--sebuah pandangan yang amat dipengaruhi oleh teori kuantum. Temuan-temuan mengejutkan Capra itu sangat kontras dengan paradigma mekanistis dan Darwinis yang selama ini telah diterima sebagai kebenaran. Ia menyediakan fondasi baru yang luar biasa bagi kebijakan ekologi, yang memungkinkan kita membangun dan meneruskan komunitas tanpa melenyapkan kesempatan-kesempatan bagi generasi masa depan. db ---------------------------------Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search._______________________________________________Hindu Dharma Mailling List [HDNet]http://mx1.itb.ac.id/mailman/listinfo/hindu-dharmahttp://www.mail-archive.com/hindu-dharma@itb.ac.id/Penting, Tidak diperkenankan :1. Menaruh HDNet pada cc dan bcc2. Mengirim File Attatcement3. Kapasitas email melebihi 100kb